Menghindari kutukan sumberdaya melalui tatakelola pemerintahan yang baik

Cetak

Aryanto Husain - Kebijakan tata kelola SDA merupakan komponen sangat penting untuk memastikan pengelolaan SDA dapat memberi kontribusi bagi pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakatnya. Selain penting bagi pertumbuhan ekonomi dan penerimaan daerah, SDA juga penting dalam penyediaan lapangan kerja, sehingga pada gilirannya dapat menekan angka pengangguran dan kemiskinan. 

Namun pengelolaan SDA untuk pembangunan selalu diwarnai ekstrenalitas positif maupun negatif. Salah merumuskan kebijakan pengelolaan berimbas pada dampak buruk. Banyak daerah yang kaya sumberdaya alam, berakhir dengan kerugian karena kesalahan dalam perumusan kebijakan. Hasilnya lingkungan rusak, dampak ekonomi juga tidak signifikan. Beberapa diantara mengalami resource course atau kutukan sumberdaya, dan butuh waktu utk memulihkannya. 

Sebuah studi yang dilakukan KPK menunjukkan adanya variabel-variabel tata kelola yang penting dalam pengelolaan SDA. Variabel ini antara lain mencakup transparansi perizinan, integritas birokrasi pemerintahan, KKN dan penegakan hukum. Variable-variabel ini memiliki andil dalam mekanisme transmisi terjadinya fenomena kutukan sumber daya alam di suatu wilayah.  

Upaya mencegah terjadinya resource curse dimulai dengan memperbaiki variabel-variabel di bagian hulu yakni pada sistem tata kelola sumber daya alam. Hal ini mencakup strategi dan kebijakan, penyusunan program dan kegiatan hingga mekanisme perijinan. Kutukan sumberdaya bisa dihindari jika semua variable ini berjalan dengan baik di bawah tatakelola pemerintah yang baik (Good Governance).

Reformasi Birokrasi adalah strategi nasional untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Pengelolaan SDA terkait erat dengan 8 Area Perubahan (AP) Agenda Reformasi Birokrasi.

Upaya mengubah sistem, pola pikir dan budaya kerja sdm aparatur menjadi Area Perubahan pertama dalam Reformasi Birokrasi. Selanjutnya untuk meningkatkan efektivitas peraturan perundang-undangan dilakukan deregulasi kebijakan. Penataan dan penguatan kelembagaan pemerintah dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi agar tepat fungsi dan tepat ukuran (rightsizing). 

Sedangkan peningkatan tatalaksana dilakukan dengan meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem, proses, dan prosedur kerja. Hal hal ini dilakukan bersamaan dengan meningkatkan profesionalisme SDM aparatur melelui sistem rekrutmen dan promosi aparatur berbasis kompetensi. 

Terakhir, penguatan akuntabilitas kinerja birokrasi dilakukan dengan meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya dalam sistim pengawasan yang diperkuat serta pelayanan publik yang lebih cepat, lebih murah, lebih mudah, dan lebih berkualitas.

Reformasi birokrasi diharapkan dapat mengurangi dan menghilangkan penyalahgunaan kewenangan publik oleh pejabat dan SDM Aparatur sekaligus menjadi strategi pencegahan KKN. Upaya ini dilakukan 

dengan mendorong hadirnya Zona Integritas melalui penetapan unit kerja yang sebagai WBK/WBBM. Pembangunan Zona Integritas dianggap sebagai role model Reformasi Birokrasi dalam penegakan integritas dan pelayanan berkualitas.  

Konsistensi dalam implementasi Reformasi Birokrasi menjadi bukti nyata dalam mewujudkan Good Governance dan pada gilirannya dapat menghadirkan kebijakan bagi landasan dan praktek pengelolaan SDA yang bersih serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Dengan cara ini kutukan sumberdaya dapat dihindari dan sebaliknya bisa mendorong praktek pengelolaan SDA yang berkelanjutan (sustainable development).

Salam perubahan!