Aryanto Husain - Salah satu hal penting dalam karir PNS fungsional adalah bekerja secara tim. Tim kerja adalah kebutuhan dalam model organisasi holokrasi yang bekerja seperti jejaring.
Dalam birokrasi, membentuk sebuah tim kerja tidak sulit. SK atasan tentu saja dapat membentuk sebuah tim, namun belum menjamin lahirnya teamwork yang efektif.
Kebutuhan sebuah tim kerja yang efektif adalah keniscayaan pasca pelantikan hasil penyetaraan jabatan. Setelah pelantikan tersebut, PNS fungsional, sebagaimana para fungsional umumnya, tidak bisa lagi bekerja silo. Mereka akan bergabung dalam tim-tim kerja yang dibentuk khusus untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu.
Tim kerja yang efektif akan memberikan hasil yang baik, cepat dan tepat, demikian sebaliknya. An individual cannot perform all tasks on his own, a solid teamwork should do it instead. Tentu saja, bekerja kelompok tidak berarti meninggalkan kemandirian dalam bekerja.
Sebuah tim kerja seharusnya menjadi alat kunci mensinergikan penyelesaian berbagai pekerjaan dan penugasan. Tidak hanya mengorganisir sebuah kelompok dalam mengalokasikan waktu dan sumberdaya, sebuah tim kerja yang efektif mampu menciptakan atmosfer bekerja yang dapat mendorong kerjasama, saling ketergantungan, dan kepercayaan antar sesama anggota tim.
Hal ini tidak dapat dijamin dengan hanya SK penugasan semata. Kematangan berkelompok sebuah tim kerja yang efektif akan hadir seiring berjalannya waktu.
Errare humanum est, turpe in errore perseverare, adalah adagium untuk mendorong hadirnya tim kerja efektif, Adagium ini berkaitan dengan kondisi berkeadilan bagi suatu tim. Dalam keadilan ini, setiap anggota tim harus dalam keadaan dan menerima bagian yang sama.
Sederhananya melihat sebuah tim kerja efektif ibarat menikmati kerjasama yang apik dalam sebuah tim sepakbola. Semua pemain siap dimainkan, diposisi sesuai dengan keahlian yang dimiliki.
Tidak hanya itu, setiap pemain juga bisa memainkan fungsi dan peran lain sesuai kebutuhan dan strategi tim untuk mencapai kemenangan. Seorang back juga mampu menjadi penyerang, sebaliknya seorang penyerang juga harus siap dimainkan diposisi lain sesuai strategi pelatih.
Bukan hal mudah tentu saja, namun dengan waktu dan latihan rutin, mereka akan tiba pada performance yang luar biasa.
Kinerja tim efektif makin produktif jika mereka dapat bekerja not business as usual, tidak seperti biasanya. Mereka juga harus menjadi tim disruptor, bekerja secara "disruptif". Ini adalah keniscayaan cara bekerja cepat, tepat dan cekatan di era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity).
Cara kerja disruptif menjadi keniscayaan saat gelombang kedua digitalisasi berbasis social web hadir di awal dekade 2010-an. Cara bekerja seperti ini seiring dengan transisi paradigma model birokrasi pemerintahan ala kandang besi (iron cage) dari Birokrasi Weberian kepada birokrasi kandang digital (digital cage) dari perspektif Digital Weberianism Bureaucracy.
Cara bekerjanya tidak lagi berkutat dengan tumpukan kertas (paper in motion), mencetak tulisan berulang karena kesalahan ketik. Tim kerja disruptif membiasakan dirinya dengan big data (data in motion).
Mereka menggeser aturan baku dengan sistim code, merubah prosedur menjadi algoritma, serta mengganti tumpukan arsip dengan jejak digital (digital footprint). Bagi mereka, menyelesaikan suatu tugas tidak berarti rapat berhari-hari. Virtual meeting sekali telah dapat menjelaskan apa, mengapa dan bagaimana sebuah pekerjaan diselesaikan.
Pekerjaan di masa depan yang kian dipercepat oleh teknologi semakin tidak dapat dibayangkan. Covid-19 hanya salah satu cara mendorong cara bekerja disruptif kian nyata.
Seiring hadirnya VUCA, tim kerja harus berisi para fungsional “disruptor”, yang bekerja tidak sebagaimana biasanya, tapi bekerja secara disruptif.
It is time to change. Working as a team in a disruptive way!